Friday, January 25, 2008

Festival Kota Lama

"Night Light" by Hendro Wasito
exhibited at Rumah Seni Yaitu, December 2007

KAWASAN Kota lama, sebagai salah satu landmark kota, sedikit menyedot atensi masyarakat dan jajaran Pemkot. Gedung-gedung di sana cuma sebagai penanda, namun tanpa petanda layaknya suatu kawasan yang berjiwa.

Niscaya kawasan itu bisa semarak, meskipun itu butuh waktu yang panjang dan upaya tak kenal lelah. Mengapa tidak menyelenggarakan festival seni periodik di sana? Bukan mustahil, dengan agenda dan manajemen yang baik, acara itu bakal menjadi aset kultural yang menawan bagi Semarang.

Yang perlu digagas ialah: bentuk kesenian apakah yang cocok diimplementasikan sesuai paradigma sebuah festival (seni) dalam konteks budaya mondial?

Para birokrat seni perlu berdialog dan menyodorkan argumentasinya. Sebuah bentuk festival mesti tidak meninggalkan jejak-jejak kultural masyarakat pendukungnya. Namun, itu tidak berarti bahwa kultur yang patut dijajakan hanya berupa artikulasi seni tradisi yang hidup dalam masyarakat rural kita. Bukankah sebuah kota yang sedang mencari jati dirinya sendiri, dalam bekapan globalisasi, pantas mengartikulasikan ekspresi seninya yang personal dan kontekstual pula?

Festival seni visual tahunan atau dua tahunan layak dielaborasi lebih lanjut. Kita tahu, seni visual mampu menampung beragam gagasan dan praktik berkebudayaan. Hampir tidak ada sisi harian manusia yang luput dari sentuhan seni visual. Sebut saja: fashion, desain, pertatakotaan, arsitektur, sampai pada budaya televisi. Seni visual jauh lebih luas ketimbang cuma dianggap sebagai seni rupa yang, pada mulanya, hanya meliputi seni lukis, patung, dan grafis.

Jika festival itu, awalnya, tidak mampu mencakup seluruh kawasan, maka akan bijak jika hanya sebagian saja yang dikonstruksi. Areal Gereja Blenduk ke Barat, sampai dengan Kantor Telegraf dan sebentang jalan di depannya, pantas menjadi arena festival yang representatif. Atau sekitar polder Tawang menjadi alternatif lain yang juga menarik.

Tentu saja diperlukan riset integral tentang kawasan itu dan daya dukungnya. Bahwa pemikiran itu perlu melibatkan banyak pihak, kelak pasti semakin memperkuat pelaksanaannya. Jika festival itu terlaksana, bukan tidak mungkin, bisa jadi sebuah kalender wisata internasional pula. Kawasan Kota Lama adalah aset kota yang berharga, mempunyai ciri-ciri khusus, dan layak-jual dalam koridor turisme.

Sebuah festival seni yang baik dan berkelanjutan akan mampu melahirkan kota dengan kultur yang kuat di antara pergaulan bangsa-bangsa di dunia.

TUBAGUS P SVARAJATI,
Penggiat Kelompok Diskusi Kampungan Semarang

[CATATAN: Esai ini diterbitkan di Kompas, Selasa 26/09/2006]

No comments: